Kecerdasan Data Generatif

AI yang Didukung oleh Sel Otak Manusia Mencapai Pengenalan Ucapan

Tanggal:

Di sebuah Studi terbaru, para ilmuwan di Indiana University Bloomington berhasil menggunakan sel otak manusia untuk melakukan pengenalan suara yang belum sempurna, menandai kemajuan signifikan dalam kecerdasan buatan.

Pendekatan inovatif ini memanfaatkan organoid otak, sekelompok kecil sel saraf, bersama dengan komputer untuk mengenali ucapan manusia dengan akurasi yang semakin meningkat.

Baca juga: Terlalu Banyak Interaksi dengan AI Menyebabkan Insomnia: Belajar

Kelahiran โ€œBrainowareโ€

Menurut penelitian, Feng Guo dan timnya telah mengembangkan sistem yang mereka sebut โ€œBrainoware.โ€ Sistem ini melibatkan pertumbuhan organoid otak, yang pada dasarnya adalah otak mini, dari sel induk. Organoid ini, yang membutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga bulan untuk tumbuh dan dapat menampung hingga 100 juta sel saraf, ditempatkan pada rangkaian mikroelektroda.

Susunan ini mengirimkan sinyal listrik ke organoid dan mendeteksi respons dari sel saraf. Sebelumnya, pada bulan Maret, tim Guo telah menggunakan sistem ini untuk menyelesaikan persamaan peta Hรฉnon, namun fokusnya kini beralih ke pengenalan suara.

Untuk tugas pengenalan ucapan, organoid dilatih untuk mengidentifikasi suara seseorang dari 240 klip audio yang menampilkan delapan orang mengucapkan bunyi vokal Jepang. Klip tersebut dikirim ke organoid sebagai sinyal dalam pola spasial. Awalnya, akurasi respon organoid adalah antara 30 dan 40 persen, namun setelah dua sesi pelatihan, akurasinya meningkat secara mengesankan menjadi 70 dan 80 persen.

Pembelajaran tanpa pengawasan dan implikasinya

Guo menyoroti pentingnya pembelajaran adaptif dalam proses ini. Hebatnya, pelatihan tersebut tidak melibatkan mekanisme umpan balik untuk menginformasikan keakuratan organoid, sebuah metode yang dikenal dalam AI sebagai pembelajaran tanpa pengawasan. Aspek penelitian ini menggarisbawahi potensi organoid otak untuk belajar dan beradaptasi tanpa bimbingan eksternal.

Namun, penelitian tersebut juga mengungkapkan faktor penting: kehadiran obat yang menghambat koneksi baru antar sel saraf tidak menghasilkan peningkatan kinerja organoid. Temuan ini menekankan pentingnya konektivitas saraf dalam proses pembelajaran sel otak.

Penelitian yang dilakukan tim Guo adalah bagian dari eksplorasi yang lebih luas biokomputasi. Bidang ini berupaya mengatasi keterbatasan AI konvensional, seperti konsumsi energi yang tinggi dan keterbatasan yang melekat pada chip silikon. Demikian pula, Cortical Labs di Australia telah mengajarkan sel-sel otak untuk memainkan video game Pong, yang menunjukkan beragam potensi biokomputasi.

Pertimbangan etis dan tantangan masa depan

Ketika otak mini ini semakin dekat untuk melakukan tugas-tugas AI yang kompleks, muncul pertanyaan: Apakah penggunaan otak mini yang kompleks untuk kecerdasan buatan bersifat etis? Pertanyaan penting ini menggarisbawahi perlunya mempertimbangkan implikasi moral dari penelitian bioteknologi canggih tersebut dengan hati-hati.

Titouan Parcollet, seorang peneliti di Universitas Cambridge, mengakui potensi biokomputasi tetapi juga menunjukkan keterbatasan saat ini. Ia mencatat bahwa tugas yang diselesaikan oleh tim Guo relatif sederhana, hanya mengidentifikasi siapa yang berbicara, bukan isi pidatonya. Dari perspektif pengenalan suara, hasilnya, meskipun menarik, namun belum menjanjikan.

โ€œHasilnya tidak terlalu menjanjikan dari sudut pandang pengenalan suara,โ€ kata Parcollet.

Tantangan besar lainnya yang dihadapi Brainoware adalah umur organoid. Saat ini, mereka hanya bisa bertahan satu hingga dua bulan. Guo dan timnya berupaya untuk memperluas hal ini, karena mengatasi keterbatasan ini sangat penting untuk menerapkan teknologi tersebut pada komputasi AI.

โ€œJika kita ingin memanfaatkan kekuatan komputasi organoid untuk komputasi AI, kita benar-benar perlu mengatasi keterbatasan tersebut.โ€

tempat_img

Intelijen Terbaru

tempat_img